Tugas Pendidikan Kewarganegaraan Softskill Tentang Pembatasan Wilayah Indonesia Dengan Negara Asing
Tugas Softskill Tentang Pembatasan
Wilayah Indonesia Dengan Negara Asing
Pembagian Negara merupakan pembagian wilayah suatu negara berdasarkan sistem tertentu
dengan maksud untuk mempermudah administrasi, pemerintahan, dan hal-hal yang
sehubungan dengan itu. Hasil dari pembagian tersebut dikenal dengan sebutan
umum "subdivisi negara" atau pembagian negara. Pembagian
negara yang paling umum adalah pembagian daerah administratif, yaitu pembagian menjadi provinsi, distrik, kota, dan sebagainya. Beberapa negara mempunyai pembagian yang
disebut "divisi" atau "subdivisi".
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai
sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik
perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik
Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea
(PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat
Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik
perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya
baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya.
Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India,
Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia,
Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa
pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil.
Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif
karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga.
Indonesia dengan malaysia
Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia
adalah garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan
berdasarkan kesepakatan bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977.
Berdasarkan UU No 4 Prp tahun 1960, Indonesia telah
menentukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12 mil. Sebagai
implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia yang jaraknya
kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk wilayah perairan
yang ada di Selat Malaka.
Pada Agustus 1969, Malaysia juga mengumumkan bahwa lebar
laut wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis dasar yang ditetapkan
menurut ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958 (mengenai Laut Wilayah dan Contigous Zone). Sehingga
timbul persoalan, yaitu letak garis batas laut wilayah masing-masing negara di
Selat Malaka (di bagian yang sempit) atau kurang dari 24 mil laut. Adapun batas
Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia ditentukan berdasarkan garis
lurus yang ditarik dari titik bersama ke titik koordinat yang disepakati
bersama pada 27 Oktober 1969.
Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan
(Februari-Maret 1970) yang menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis
Batas Laut Wilayah kedua negara di Selat Malaka. Penentuan titik koordinat
tersebut ditetapkan berdasarkan Garis Pangkal masing-masing negara.
Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional
1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu
diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru. Selama ini
penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di Perairan Selat
Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958.
MoU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27
Oktober 1969 yang menetapkan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai acuan titik
dasar dalam penarikan Garis Pangkal jelas jelas merugikan pihak Indonesia,
karena median line yang diambil dalam menentukan batas landas kontinen kedua
negara tersebut cenderung mengarah ke perairan Indonesia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga belum ada kesepakatan
dengan pihak Malaysia tentang ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam
upaya pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara.
Akibat belum adanya kesepakatan ZEE antara Indonesia
dengan Malaysia di Selat Malaka, sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua
belah pihak. Hal ini disebabkan karena Malaysia menganggap batas Landas
Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus merupakan batas laut dengan Indonesia.
Hal ini tidak benar, karena batas laut kedua negara harus ditentukan
berdasarkan perjanjian bilateral.
Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas
laut Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara yang
letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen.
Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal
state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak
sebagai base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil
laut.
Jika ditinjau dari segi geografis, daerah yang
memungkinkan rawan sengketa perbatasan dalam pengelolaan sumber-sumber
perikanan adalah di bagian selatan Laut Andaman atau di bagian utara Selat
Malaka.
Perjanjian
Bilateral Dan Persoalan-persoalan
Perjanjian
Bilateral adalah perjanjian antara dua negara yang mengatur kepentingan dua
negara tersebut. Misalnya perjanjian antara Indonesia dengan Australia pada
tanggal 9 Oktober 1973 tentang batas dasar laut selatan Pulau Tanimbar dan
Pulau Timor.
Persoalan Perjanjian Bilateral
·
1. KONTRAVERSI PERJANJIAN SINGAPURA-INDONESIAWednesday, January 12, 2011
10:27:33 AM Hubungan politik luar negeriSingapura-Indonesia tahun 2007
mengalami peningkatan di bidang politik, ekonomi dan militer-pertahanan. Meski
di akhir tahun 2006, Singapura mempermalukan Indonesia pada Sidang PBBdengan
menyebutkan negara pengekspor asap ke tetangga, hal tersebut tak menyurutkan
langkahuntuk membina hubungan kerjasama. Demikian pula di awal Januari 2007,
Indonesia memutusrantai suplai pasir darat, pasir laut dan top soil lewat
Keputusan Menteri Perdagangan. Dengandiplomasi pasir akhirnya dimulai
perundingan Singapura-Indonesia tentang Perjanjian Ekstradisidirangkai dengan
Perjanjian Kerjasama Militer / DCA di wilayah Kepulauan Riau
dansekitarnya.Kontraversi Perjanjian DCA - SEZDi tengah kontraversi DCA yang
ditolak DPR, lagi-lagi Singapura dan Indonesia akanmenyepakati Special Economic
Zone yang akan diberlakukan di daerah Tanjung Balai Karimun,Bintan hingga
Kepulauan Natuna (The Jakarta Post, 23/08/07). Mengapa kesepakatan zonaekonomi
bebas yang agendanya dibahas pada tahun 2008 tersebut
dipercepatpenandatanganannya pada tahun ini? Adakah keuntungan bagi Indonesia
atau malah sebaliknya?Dalam perdebatan selama hampir enam bulan antara
Pemerintah RI dan DPR, DCA merupakanbatu uji bagi hubungan kedua negara.
Legislatif memiliki argumen yang kuat didasari kedaulatannegara dan pemerintah
RI pun memiliki alasan yakni mendapatkan alih teknologi danpengembalian dana
ekstradisi pelaku koruptor. Keuntungan bagi Singapura, jelas bahwa DCAmembuka
wahana luas untuk aksi aero-militer dan kemampuan kecanggihan pesawat
tempurnya.Di samping itu, delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menko
Perekonomian Budiono (MajalahKontan, 30/08) menerbitkan undang-undang terpaksa
yakni Perpu No 1/2007 tentang KawasanPerdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Imbas Perpu ini memberikan kesempatan kepadaSingapura untuk berada di otoritas
Indonesia yang sama yakni Kepulauan Riau, Tanjung Balai
·
2. Karimun, Bintan dan Kepulauan Natuna.Melihat empat kasus di atas,
semuanya berada di Kepulauan Riau yang memang berdekatandengan Singapura.
Masalah kebakaran hutan, larangan ekspor pasir, kerjasama militer
danperdagangan serta pelabuhan bebas akan menjadi fokus pasang surut hubungan
Singapura-Indonesia di tahun ini.Bagi Indonesia, sebenarnya perjanjian
kerjasama militer dan perdagangan bebas tidak akanmendapatkan signifikansi
keuntungan baik material maupun alih teknologi. Berapa persen danayang akan
masuk ke Kas Negara jika dihitung dengan besarnya manfaat yang didapatkanSingapura?
Sebelumnya, telah ada kerjasama ekspor pasir dari tahun 1984 dengan
imbalanSingapura membangun sarana dan prasarana/infratruktur di Pulau Bintan.
Hasilnya adalahcekungan dan lembah di Kepulauan Tanjung Balai Karimun, Lobam
dan sekitarnya akibatpenambangan yang tidak terkendali. Kerusakan lingkungan
yang parah menjadi upah bagikesepakatan tersebut.Dalam hal harga saja,
Pemerintah Singapura menyediakan $Sin 23-28 per meter kubik untukpasir dari
Indonesia, namun akibat tindakan pricing yang dilakukan serta murahnya tenaga
kerja,pasir Indonesia dihargai $Sin7. Berapa keuntungan yang telah didapatkan
Singapura selamahampir 20 tahun dengan kemudahan ekspor pasir Indonesia? Jelas
sudah, Bandara Changi danSentosa Island hasil perkawinan silang dari perjanjian
yang sangat merugikan Indonesia tersebut.Belum lagi emas hitam / batubara yang
pada umumnya di kuasai perusahaan swasta imajinerSingapura yang mendapatkan
konsesi dari anak perusahaannya yang beroperasi di Indonesia.Jika ingin lebih
mendalam, berapa lama perjanjian zona perdagangan bebas antara
Indonesia-Singapura di wilayah sekitar Kepulauan Riau hingga Natuna, publik tak
akan mengira yakni 70tahun sejak di sahkan. Hal ini memang bukan main-main.
Ikatan perjanjian merupakan bentukdan upaya Singapura meredam kemajuan
Indonesia di segala bidang. Pelibatan perjanjian keduanegara tidak dapat
dibatalkan sepihak dan perlu proses yang cukup lama. Apakah pemerintahIndonesia
sudah memikirkan akan hal itu?Kontraversi dan KonsesiJika tidak salah, ladang
minyak dan gas bumi yang belum di kelola Pertamina dan PGN adalahladang di
Kepulauan Natuna. Perpu yang menerbitkan tentang perdagangan bebas dan
pelabuhanbebas menjadikan prasyarat utama sebuah kilang minyak/gas (rig)
berdiri. Apabila perjanjianSEZ selama 70 tahun maka tepatlah bagi Indonesia dan
Singapura bisa membangun pelabuhandan melakukan lanjutan perjanjian
penambangan, pengeboran serta angkutan laut. Idealnyaadalah demikian, akan
tetapi bagaimana kalau Pemerintah Indonesia lagi-lagi dirugikan sepertihalnya
perjanjian ekspor pasir, konsesi batubara dan kerjasama militer?Lebih lanjut
lagi, apabila zona perdagangan bebas dilakukan dan diikuti pelabuhan bebas
diKepulauan Riau seperti Batam, Tanjung Balai Karimun dan Bintan, sudahkan
Singapuramembuka pelabuhannya secara bebas non-tarif ketika kapal-kapal harus
melewati registrasi diSelat Singapura dan Selat Malaka? Jangan-jangan pelabuhan
bebas yang dimaksud adalahpelabuhan bagi pelaku penyelundup yang bebas
melakukan transaksi dan setibanya di perairanMalaka, legalisasi akan
diberlakukan oleh otoritas Singapura. Hal ini sudah terjadi antara
·
3. Indonesia dan Malaysia mengenai illegal logging. Kayu yang diseludupkan
dari hutanKalimantan-RI di stempel legal oleh Beacukai Malaysia dan akhirnya
bisa bebas ke pasarandunia.Tulisan ini hanya mengingatkan saja, bahwa bangsa
kita telah lama dibutakan dan dibodohi olehbangsa asing. Akankah saat ini kita
juga rabun jauh dengan isi perjanjian DCA dan SEZ? Jikakerjasama memang menjadi
kebutuhan, seperti apa keuntungan bagi seluruh masyarakatIndonesia? Brunei saja
bisa menghidupi warganya dengan 6-8 kilang minyak, mengapaIndonesia tidak bisa
dengan sumber daya alam yang besar dan puluhan titik kilang sertapengeboran
minyak?Lagi-lagi ini bukan saja masalah kontraversi dan konsesi minyak, tapi
perhitungan matematisyang harus dilakukan pemerintah Indonesia. Cukup sudah
penderitaan rakyat akibat perjanjianyang merugikan, jangan menambah beban
lagi.Solusinya, walau perjanjian tetap diadakan setidaknya dalam hal kerjasama
militer, Indonesiamendapatkan jatah terbang tempur dan pinjaman pesawat/parking
yang dapat digunakan berlatihdari Sabang sampai Merauke. Memang tidak lazim
bagi sebuah negara untuk membuka dirinyaapalagi memberikan teknologi pertahanan
terhadap negara lain. Namun dengan hubungan yangkomunikatif, pastilah akan
terbina mutual understanding.Jika suatu kerjasama militer dapat diperjanjian
dalam kerangka bilateral mengapa jugapemberian ruang tempur harus diributkan
DPR? Ini menandakan ketidak ikhlasan pemerintah RIuntuk negara tetangganya.
Demikian juga, jika memang pelaku korupsi, penyelundup, dancriminal investor
membawa uang haram mengapa dengan pintu terbuka dan senangnyaSingapura
melindungi dan memberikan privasi hukum serta special cittizen? Kiranya
masalah-masalah di atas merupakan hambatan dalam membina hubungan diplomasi
Singapura-Indonesia.Sangat menarik, ketika dalam acara National Day Pemerintah
Singapura di Jakarta 12 Agustus2007, undangan disodorkan brosur 15 tahun
hubungan Singapura-Indonesia bertajuk Gotong-Royong. Singapura dengan gamblang
memamerkan kemajuan kerjasama baik di bidangpendidikan, ekonomi, dan teknologi
dengan kecerahan harapan dan keberhasilan membukalapangan kerja.Tentunya tak
jauh harapan semua pihak, apabila Gotong-Royong pun sudah menjadi sebuahspirit
ikon kerjasama Singapura, mengapa Indonesia tidak membuka diri
bergotong-royong-riamemanfaatkan teknologi militer-pertahanan dan jaringan
investasi keuangan yang dimilikiSingapura? Hal ini memang memerlukan political
will dan konsistensi aplikatif perjanjian yanglebih terbuka antara pemerintah
RI-Singapura. Yang menjadi harapan apakah pemerintah kitamau?Hambatan
InternalHambatan internal adalah ketertutupan Pemerintah RI dalam hal DCA dan
SEZ sehinggakalangan DPR menolak dan bahkan menilai delegasi kita ditekan dalam
berdiplomasi. Hubunganinternal eksekutif-legislatif demikian harus disikapi
dengan kedewasaan dan kemauan mencarisolusi. If you aren’t a solution, you are
the problem is. Mungkin kalimat ini yang mewakilispotlight interaction Pemerintah
dan DPR dewasa ini. Dalam konteks DCA saja legislatif tidakboleh mengetahui
substansi yang dibahas pemerintah? Demikian juga dengan perjanjian SEZ.
·
Keuntungan Dan
Kelemahan Letak Geografis
·
Keuntungan dan kerugian letak geografis Indonesia : 1.
Letak Indonesia yang berada diantara 2 benua yaitu Asia dan Australia membuat
Indonesia bisa menjalin hubungan baik dengan negara – negara di kedua benua
itu. Posisi tersebut selain juga berada di antara dua samudra membuat Indonesia
berada di jalur lalu lintas internasional dan dapat menjadi tempat transit
jalur perdagangan dunia. Hal itu membuat Indonesia dapat membuat hubungan baik
dengan negara lain, walau juga dapat membuat Indonesia sebagai jalur lalu
lintas kriminalitas internasional. Seperti lalu lintas perdagangan narkoba dan
perdagangan anak. 2. Kawasan Indonesia yang terdiri dari banyak pulau membuat
Indonesia kaya akan budaya, karena terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa,
dll. Selain itu juga akan timbul banyak bentukan alam seperti danau, gunung
api, pantai, dll. Hal itu dapat memajukan pariwisata Indonesia. Namun, kontrol
pemerintah pusat dengan daerah sulit terjadi,. Masih banyak pula wilayah
terpencil yang belum terjamah sarana pendidikan, kesehatan, dll akibat wilayah
Indonesia yang luas dan terdiri atas banyak pulau. Aksi kejahatan di daerah pun
tak tercium oleh hukum yang berlaku di Indonesia. Masih marak pula hukum adat
di daerah yang tak beadab, seperti kebiasaan perang antar suku di Papua. Hal
tersebut membuat pemerintah sulit mengontrol penduduk di daerah. 3. Laut yang
luas dan garis pantai yang panjang membuat Indonesia menyimpan hasil laut
seperti ikan, kerang, serta bahan tambang seperti minyak bumi. Hal itu dapat
menambah pendapatan Negara 4. Letaknya yang berada dikawasan tropis membuat
Indonesia kaya akan hasil hutan, berbagai jenis tanaman, dan berbagai jenis
hewan. . Namun akibat pemanasan global, membuat wilayah Indonesia sangat
menerima dampaknya. Seperti sering terjadi badai tropis. Pengurangan daratan
Indonesia akibat pencairan es di kutub. Wilayah Indonesia yang banyak terdiri
atas pulau dan laut yang luas membuat daratan Indonesia banyak sekali
berkurangnya, dll. 5. Tanah Indonesia yang subur membuat Indonesia menghasilkan
banyak hasil pertanian. 6. Wilayah hutan yang masih cukup luas menjadikan hutan
Indonesia sebagai paru-paru dunia. Namun, karena letak hutan yang jauh dari
pemantauan pemerintah akibat letak Indonesia yang berjauhan dan berpulau-pulau
membuat aksi kejahatan terhadap hutan, seperti pembakaran, pencurian kayu,
pembukaan hutan yang tak terstruktur marak terjadi dan sulit dikendalikan.
·
Komentar
Posting Komentar